Wednesday, May 9, 2012

Pak Sigit

Saya ingin sedikit cerita mengenai supir baru dikeluarga kami. Supir kami yang sebelumnya bernama mas Dani dan kami mendapatkannya dari sebuah perusahaan penyedia layanan semacam supir, satpam untuk keperluan kantor. Mas Dani berseragam layaknya PNS dan menyetir dengan lincah dan sopan bak supir idola sampai akhirnya kontrak pekerjaan antara keluarga dan perusahaannya tidak bisa diperpanjang lagi.

***

Selang seminggu, kami sudah memiliki supir baru bernama Pak Sigit yang sudah mulai bekerja dari minggu lalu. Pak Sigit ini berusia sekitaran 50 tahun, bertubuh besar ,aroma tubuh yang netral (ini terpenting), berkumis layaknya Ayah Garang. Kami tidak pernah benar-benar bertegur sapa karena masih merasa asing sampai akhirnya pak Sigit harus mengantarkan saya ke kampus karena mobil saya yang masih opname di bengkel.

Selama perjalanan dia minta saya menuntun setiap pergerakan arah, dan saya tidak merasa keberatan sama sekali, meski saya lebih terdengar seperti GPS yang menuntunnya dengan suara stabil. Dengan 20km/jam kami tiba dikampus setengah jam kemudian (yang biasannya bisa saya tempuh sendiri 15 menit) -__-

Selama perjalanan dia menceritakan akan dirinnya yang dulunnya supir truk. Saya patut mengapresiasi karena dia membuka pembicaraan antara kami terlebih dahulu. Cukup banyak cerita yang bisa saya tangkap selama perjalanan. Mulai dari anaknya yang masih kuliah dan akan lulus tahun ini DAN AKAN MENIKAH SETELAHNYA (*ZOOM IN ZOOM OUT*).

Saya membalas ceritannya dengan menceritakan tentang kebiasaan keluarga kami, mama papa dan mengingatkan akan habit menyetir truk yang harus ia tanggalkan (mematikan mesin ketika berhenti tanpa mematikan AC, membuka jendela selama perjalanan, dan harapan semoga pak Sigit tidak menempelkan stiker wanita tiduran dengan tagline aneh-aneh, karena kalau dia mengganti musik ke lagu Koplo saya juga masih bisa berdendang :P )


Dan, sampai dengan hari ini saya diantarkannya kembali. Setelah kami mengambil pesanan tiket Mama didaerah Malioboro, dia kemudian menghantarkan kami sampai kepada depan pasar Klitikan pas perjalanan pulang. Awalnya saya kira, ia ingin menuju suatu tempat ‘yang jelas’ sampai akhirnya saya sadar bahwa kami hanya berputar-putar saja. "Pak, rumah kita kan di Jalan Solo kenapa lewat Klitikan". Pak Sigit menjawab dengan petunjuk mata angin yang tentu saja tidak bisa saya pahami sampai akhirnya saya mengarahkannya kembali ke jalan yang benar.

***

Disini saya mulai sadar bahwa Pak Sigit ini engga tahu jalan dan kekeuh pada feelingnya. Ya bisa dimaklumi dari kebiasaannya sebelumnya di jalur antar kota mungkin ya, tapi misalnya kami sudah memberi tahu arah yang sama secara berulang, ia tetap akan memutar mobil ke jalan kecil yang aneh-aneh, saya berkesimpulan Pak Sigit ini hispter benar-benar anti mainstream -___-

Yang saya tahu, Pak Sigit ini orangnya baik dan ramah, jujur dan terbuka sekali. Mungkin ini juga sikap dan kebiasaan baru yang harus kami terima. Terkadang kita harus memaklumi perilaku tertentunya untuk bisa tetap menjaga hubungan diantarannya. Sama seperti pola adaptasi punya pacar baru (..terus saya engga mau lanjutin lagi). Ya semoga hubungan keluarga kami dan Pak Sigit ini aman jaya dan sehat sentosa, karena sampai mobil saya jadi (karena gosipnya harus turun mesin dan penggantian mesin harus dipesankan terlebih dahulu di Jakarta) hari-hari berkendara akan ditemani oleh Pak Sigit selama jam kerja. Semoga Pak Sigit juga betah (dan mampu bertahan).


Selamat datang dikeluarga kami yaa Pak Sigit :)

No comments:

Post a Comment